Nirmala bergidik tajam kearah senja. Miris, teriris sepi. Matanya tak berkedip. Seakan sesuatu akan segera berakhir. Walau akhirnya pandangan itu beralih, namun tajamnya mata itu tetap mengiris keheningan sore hari di sebuah bukit. Jauh dari manusia. Sunyi.
Senja ini,
Nirmala terduduk, bermain dengan fikirannya sendiri yang melambung jauh tak
tentu. Manusia sudha menjadi gila akhirnya. Dengan segala kefasikkan yang
mengganggu manusia lain. Serigala makan serigala lain. Setan sudah menyatu di kehidupan,
semua sudah jadi gila.
Seorang gadis
terduduk lesu dibawah bukit tersebut. Terisak menangis. Nirmala menghampiri dan
hanya sekedar bertanya, namun dibalas dengan senandung duka air yang meluncur
keluar bersamaan dengan bulir air matanya yang membanjiri rumput hijau ini.
Perawan
Nada: C minor
(pelan tapi
pasti)
Ada yang salah
ketika saya sudah lain
Ada yang salah
ketika saya sudah bukan seorang gadis
Ada banyak alas
an mengapa saya sudah menjadi wanita
Dan tidak bias
dijelaskan dengan nada yang biasa
Tidak semua yang
sudah lepas
Adalah seorang
yang hina
Seorang yang
kurang pantas
Seorang yang
tidak lebih dari seekor binatang
Tidak semua yang
sudah melepaskan kegadisannya
Adalah orang yang
tidak berhak menatap masa depan
Atau mebina
kehidupan yang layak
Setelah senandung sendu itu usai, Nirmala menatap kearah matahari sore.
Apa hubungannya
keperawanan dengan masa depan? Bukankah tidak ada bedanya seseorang yang sudah
melepas dan masih menjaga? Bahkan banyak diantaranya yang menjaga namun
menyakiti. Menjadi seorang yang melepas, bukanlah seorang yang hina. Masalah sudah
lepas atau belum sama sekali adalah dari diri sendiri. Dan keperawanan bukanlah
tolak ukur untuk Negara maju, tetapi untuk Negara yang diam di tempat.
Atau kah ini
adalah Negara yang diam di tempat?
Negara kosong?
Negara yang
bingung?
Dan Nirmala tertawa sekeras mungkin.
Merasa lucu dengan fikirannya sendiri. Lalu melihat ke bawah. Mendengar
teriakkan omong kosong para manusia sama seperti menonton komedi, lucu dan
menghibur.