Pages

Friday, January 30, 2015

Semua Kebahagiaan di Dunia


Tertegun selalu aku memandang malam yang sebenarnya kelabu. Namun, seorang wanita yang sedang berdiam diri di kamar kecilnya selalu membuat semua malam kelabu menjadi lebih bersinar. Padahal, saat itu wanita tersebut sedang memperhatikan ribuan angka tagihan bulanan yang lebih kelabu daripada warna kelabu sendiri. Berfikir bagaimana caranya mencari pundi pundi untuk menutupi tagihan-tagihan yang sudah menumpuk. Tetapi tetaplah wanita tersebut tersenyum untuk menerangi malam ke dua anak perempuannya. Layaknya matahari yang menerangi sang bulan, sehingga bulan dapat menerangi dunia sepanjang malam.

Saya memanggil wanita tersebut Ibu. Seorang yang terlahir di sebuah kota di utara Sulawesi, menghabiskan sepanjang masa kecilnya di sana. Hidup masa kecilnya tampak begitu lancar tanpa adanya kesulitan yang berarti. Sedari kecil,  Ibu adalah penyuka tantangan, mungkin itu juga yang membuatnya tetap berjalan pada bara api kehidupan.  Memasuki masa remajanya, Ibu saya bertandang ke Ibu kota untuk bersekolah. Entah bagaimana, seusai sekolah, Ibu memilih untuk mengakhiri masa lajangnya. Di saat teman-teman seusianya sedang sibuk duduk di bangku kuliah, Ibu berada dirumah menjadi seorang Ibu bagi seorang anak perempuan yang saya panggil Kakak.

Hidup bukan suatu kemudahan begitu masa lajangnya berakhir. Sulit baginya untuk hanya duduk santai, ketika  semua kebutuhan rumah tangga tidak terpenuhi. Hidup saat itu tidak pernah berpihak padanya. Kehancuran demi kehancuran Ibu hadapi, namun demi melihat senyum terhias di wajah anak perempuan pertamanya, Ibu selalu berusaha.  Apapun di kerjakan asal Kakak bisa bersekolah, asal kakak bisa bahagia dengan kecukupan yang ada. Apapun itu asalkan tak menyimpang.

Ibu saya selalu percaya bahwa salah satu cara untuk memperbaiki nasib adalah bersekolah. Setelah menunda sekolahnya setamat SMA, Ibu akhirnya bersekolah kembali. Dengan mendapat bantuan dari sanak saudara, Ibu bersemangat untuk kembali bersekolah lagi, walaupun sambil bekerja. Namun disaat itu jugalah, Ibu merasakan adanya sebuah tanda kehadiran sesosok manusia di dalam perutnya. Ya, Ia kembali mengandung seorang anak.

Selang 9 tahun setelah anak pertamanya, lahirlah saya ke dunia. Seribu pro dan kontra muncul ketika kehadiran saya diketahui. Masa rumah tangga yang tidak stabil membuat semua orang berfikir bahwa belumlah siap bila ada kehadiran seorang anak lagi. Mendengar semua itu, Ibu bertahan. Bertahan tak hanya terhadap prakata orang tentang kehamilannya, tetapi juga terhadap dunia. Semasa hamil, Ia tetap bersekolah dan bekerja. Naik lalu turun bis kota. Semua hanya untuk seorang anak perempuan yang menunggunya dirumah dan seorang anak di kandungan. Semua ini hanya untuk kami, saya dan kakak saya.
Ibu tak pernah sekalipun mendendangkan elegi. Ketika angin topan kembali datang untuk memporak-porandakan kehidupan, lagi-lagi Ibu bertahan. Keadaan saat itu memaksa Ibu untuk berpindah ke rumah kakaknya. Sebuah keputusan yang saya yakin begitu sulit. Namun, Ia berani mengambil semua resiko. 5 tahun tersulit kami, dilalui dengan segala keceriaan. Di situlah kelebihan Ibu, Ia bisa membuat laut yang sedang mengamuk menjadi laut tenang. Ibu tetap membekali saya dan kakak saya pengetahuan melalui buku-buku yang tidak pernah absen Ia berikan, memasukkan saya ke berbagai kegiatan, dan tetap memenuhi kebutuhan saya baik primer dan sekunder. Semua itu, di tengah badai yang tengah berkecamuk.

Ibu tidak sekalipun juga memaksakan kehendaknya. Baginya, apapun harus di jalani dengan berpasrah kepada Yang Maha Kuasa, meskipun toh kita harus tetap berusaha menantang hidup. Sama hal nya ketika saya memutuskan untuk mendalami mode ketimbang harus belajar hukum seperti kakak saya ataupun ekonomi seperti kebanyakkan orang. Mungkin, melihat keadaan kami yang hanya berstatus “cukup”, belajar di sekolah mode hanyalah seperti punguk merindukan bulan. Namun, meilhat tekad saya yang tidak dapat di bedung, ibu berusaha untuk mencari jalannya. Ibu tetap berusaha menantang hidupnya namun juga berpasrah pada Tuhan. Satu per satu, jalan tersebut terbuka. Ibu berhasil mewujudkan impian saya, anak ke duanya, memasukki sekolah mode.

Selalu tak sampai hati bila mengingat semua pengorbanan yang Ibu berikan. Ia benar-benar selalu berusaha membuat anak-anaknya bahagia. Tak hanya tulang yang di banting, namun hak nya untuk mendapatkan kesenangan bagi dirinya sendiri pun rela Ibu banting demi kepentingan anak-anaknya. Ibu rela di lempar batu kehidupan dan tetap pasrah. Tak sekalipun pernah Ibu benar-benar mengeluh akan sakitnya lemparan batu-batu tersebut. Ibu tetap berjalan dengan kokoh, seperti tak terjatuhkan.

Tuhan tak akan memberi batu pada yang minta roti. Begitulah hidup untuk Ibu. Ibu percaya, bahwa cobaan yang kita alami tidak akan pernah melebihi batas kemampuan kita. Ibu, yang di besarkan secara Kristen Protestan, selalu berpegang bahwa semua indah pada waktunya. Kehidupan begitu membaik, seakan waktunya sudah tiba. Perlahan semua awan hitam perlahan meninggalkan kehidupan ini dan langit pun menjadi cerah. Mungkin kami belum mempunyai semua kebahagiaan di dunia ini, namun kehidupan sudah berangsur pulih dan stabil. Lagipula, untuk apa mempunyai semua kebahagiaan, kalau tidak mempunyai seorang Ibu hebat seperti yang saya miliki?.

"Tulisan ini disertakan dalam kegiatan Nulis Bareng Ibu. Tulisan lainnya dapat diakses di websitehttp://nulisbarengibu.com” 




regards,


zombiegail

Tuesday, January 6, 2015

(Pho(r)tofolio) G/H/OST




PAR,MUA,STYLIST:yours trully
all images are copyrighted


Di suatu malam sendu, ketika memori menghantam habis ingatan yang pilu.
Menghantui daging hingga ke pelosok, mencapai kalbu lalu menusuk jantung.
Aku, mati terbunuh ingatan secara sia-sia, ketika malam itu dia datang untuk pergi.


(sebuah photo spread yang di dedikasikan kepada hati yang pilu)



Zombiegail

(Puisi) Melayang Pergi


Tuesday, October 7, 2014

P*RN

Laura Hutton




“I love the idea about nudity seen as an art
Because human body is a beautiful canvas you can’t even imagine.
I lust every inch of the skin, i love how fingers playing on my hand.
Its like they are producing a very good instrument. It feels like that. It always feels like that.
I appreciate human body as much as i appreciate nature.
And i againts people who call me an exhibitionist.
Because I simply praise physical appearance and visualisation”



regards,


zombiegail

Tuesday, July 1, 2014

Reasons of reasons


Been very busy this semester, glad that I can spend my time by being (almost) productive. Not only that, I can proudly say that I've checked this year achievement one by one. I make my self move my ass to go to gym, I take a language course (Its Italy baby! Buongiorno!), I read more and write more ( in my spare time), and the highlight is that I'm getting a summer internship!. I help my dearest lecture/ awe-mazing local designer Nina Nikico by assisting her on NIKICIO campaign shoot and fashion presentation.

Despite all those shitty assignment, I am being grateful that God still let me stand in this kinda situation. It sometimes hard you know, to be strong and stand still in a fashion school. Everyone will try to beat you down. You gotta believe me. No one you can trust in here.

xx,


zombiegail

Sunday, May 11, 2014

(Photo Series) Alessa

This time i took pictures of Alessa, my only niece. She is now 16 months old, she likes to move all the time. It sometimes makes me tired but its always fun for me to take care of her.
The things about children photography, you need to be very patient and fast because they are making constant motion all the time and we can not control them.

Since fashion has ruined my life a little bit, taking pictures has been my stress reliever. I finally back to my old hobby. I wish i can explore more techniques *finger crossed*






All photos and digital imaging are done by me


xo,


zombiegail

Sunday, May 4, 2014

(Photo Series) Kota Tua







Last semester, my consuming and environment class had a field trip to Kota Tua. We went to Bank Mandiri Museum and China Town. These photos above are pictures that I took at Bank Mandiri Museum. I was too exhausted when we reached China Town so i just bought snacks and drank sugar cane water. It tasted so damn good in a hot day.

The new semester is starting tomorrow, I wish I had more holiday. Still feeling exhausted caused by last term's final submission week. And now the new "kerja rodi" months officially begin tomorrow. Oh Gosh.

xo,

zombiegail




Labels