Pages

Tuesday, July 23, 2013

Future.


As cliche as it may sound, yes we have to make our future self owe us. No regret to see, no regret to think. Do something that you love the most, for your own good. Live your passion. Make the impossible possible. Have a good eve!

Friday, July 19, 2013

A great perhaps

Well, sebelumnya, i am really sorry to you guys because it supposes to be dunia nirmala post but sadly my brain is creative block nowadays. Salah dunia? Tidak juga. Namun tak apa bila sekali-kali saya bercerita dalam bahasa tanpa EYD dan kiasan. Tak selamanya cerita bisa di kiaskan, bukan?

Saya terlahir dari keluarga campuran Sunda-Manado. Benar-benar aseli Sunda-Manado. I have a 9 years gap sister. Yes, i am the second daughter of two. Keluarga saya bukanlah keluarga sempurna. My mom and dad officially divorced when i was only 9 and surely it was a hard time. Saya ingat, saya harus pindah sekolah, berbarengan dengan kakak saya yang masuk kuliah. Bertahun-tahun saya hidup menumpang dirumah tante saya di Cinere. Saya tau mama saya tidak mempunyai banyak uang, namun tetap membuat keadaan menjadi "ada uang" dan berkecukupan. Mama saya tidak pernah tidak membelikan barang yang saya mau. Mama saya tetap mendukung apapun kegiatan saya juga kakak saya. I have to say that she was working to the bone, struggelling untuk membuat kehidupan saya tetap seperti dulu. Like it used to be.

Lalu ada saatnya ketika mama dan papa saya mencoba kembali bersama, for 3-4 years. Mereka mencoba lagi for the sake of their children. Well, it went well at the first but something ruined their relationship. Something called cheating. It began last year, when i thought everything's okay. And my Life become more misserable (at least for me) from january untill now.

Kalau boleh jujur, saya sudah kenyang sama perselingkuhan. Well, its not only my parents who hurt me, it was someone i love, who cheated on me. He broke my heart into pieces, when i need shoulder to lean on, someone to talk to, a tight hug when i cry a river. Saya saat itu merasa ingin quit dari hidup. Saya buta, saya jatuh. Nggak tau mau percaya siapa. Well, i have my friends who have my back, i trust them. They are exceptable. Mereka berlomba-lomba buat saya senang and walk confidently through this storm. Mereka tau saya bukan tipe orang yang suka kasih jawaban klise untuk sebuah solusi, mereka pun memberi saya beragam solusi yang tidak klise. Saya hargai itu. Mereka mengajari saya dan menuntun saya maju, melawan badai hidup saya.

Saya kira itu semua sudah selesai, tapi terulang lagi. Saya bingung. Berkali-kali dalam doa saya bertanya ada apa sebenarnya. Apa yang Dia mau sehingga memberi saya badai ini. Salah bunda mengandung? Ah tidak juga. Namun akhirnya saya sadar, bahwa Dia cuman mau saya punya turning point dalam hidup. You know what? Gue melakukan observasi tentang hidup gue kebelakang, sekedar untuk renungan. Saya banyak berbuat jahat ke orang. Saya jahat. Saya jahat. Saya pernah jahat. Dan ini semacam payback or in return atau teguran, yang mungkin bisa membawa saya menjadi lebih baik lagi.

To make long story short, i was in my lowest level and i am still on it. Tapi saya berusaha untuk tetap berdiri dan menatap langit. Walau untuk sekedar melangkah belum bisa, namun paling tidak saya sudah bangkit, to start my life all over again. I read one of John Green' book, looking for alaska judulnnya and i feel trully connected with the book. The main character is trying to find a great perhaps and so do i. I feel like a fool because i once decided to quit, because that is not the answer. Maybe, for now, i might try to find a great perhaps. A great answer.
Saya sedang memanggil kehidupan dan kepingan hati saya yang hilang untuk kembali lagi. Wish me all the luck!

Tuesday, July 9, 2013

Sakit.

Saya masih banyak memendam kegelisahan dalam hati. Terlalu banyak hal yang tidak bisa saya ungkapkan, baik dengan sekedar menulis atau berbicara lantang, apalagi berteriak. Rasanya saya tak mempunyai sedikitpun energi untuk melakukan salah satu hal diatas.

Kekecewaan ini terus ada, menorehkan bekas luka yang tak kunjung sembuh. Mengapa saya ditelantarkan begitu saja. Mengapa saya dibuat mengemis untuk sesuatu yang seharusnya menjadi hak saya. Mengapa kau gantungkan hidupku. Mengapa lantas kau buatku kecewa, padahal aku ini darah dagingmu?

Kalau kau kesal dengan induk betinaku, tak seharusnya kau juga membenciku.

Aku rasa kamu benci aku.


Karena kamu tega.

Labels