Pages

Tuesday, September 14, 2010

Skenario 1:ketika air sungai mulai bergejolak, dan mata air tak menunjukkan sebuah jawaban

Skenario1 Dunia Nirmala

Air itu berhenti. Nirmala tak habis fikir.

Bagaimana bisa, sebuah sungai berhenti mengalir?
Kini, hampa sudah hatinya. Tak ada lagi penglipur lara hatinya.

Adalah (Har)yono. Seorang pemuda idaman satu kampung, tempat Nirmala tinggal. Jangan berharap, bahwa Haryono adalah seorang pemuda tampan gagah perkasa, layaknya Bandung Bondowoso. Perwakannya kecil, kurus. Entah mengapa, padahal ayahnya adalah seorang guru-pencak-silat yang berbadan lumayan kekar. Kesehariannya hanya duduk didekat jendela, memandangi langit. Wajahnya? tak tampan. Namun senyumnya mampu membunuh senja yang sepi.

Nirmala, awalnya tak begitu mengenal Haryono. Mereka hanya sering bertatapan. Menurutnya, Haryono adalah orang yang sombong. Tak pernah sedikit pun melihat ke arah orang yang datang atau kadang malah iya memilih sibuk membaca buku, yang entah apa isisnya.
Dari kecil pun, Haryono tak pernah ikut bermain. Ia selalu memandangi langit dan acuh

Namun entah mengapa, Haryono yang mungkin saja menggunakan ilmu pelet, dapat menarik mata Nirmala. Tiba-tiba saja, ketika Nirmala bangun dipagi hari, Ia sadar, bahwa Ia mencintai Haryono. Entah mengapa. Sungguh sebuah keanehan.

Kali ini, Ia menemukan Haryono sedang merenung sendiri, di tepi sungai. Aneh- aneh saja. Dan kali ini, Ia tak membawa buku, hanya sebuah tongkat, yang sesekali digunakan untuk bermain air. Aneh.
Haryono: sepertinya ada yang datang
Nirmala: ya aku, Nirmala
Haryono: hay, apakah kau sering bermain disini? airnya sungguh indah. sangat begrgejolak. Sepertinya hatiku, yang sering bergejolak. Entah mengapa, mungkin karena ada dirimu
Nirmala: *tersenyum malu* apakah yang kau katakan tadi, adalah selama ini yang kau pelajari dari bukumu?
Haryono: ya benar
Nirmala: tentu buku itu mengajarkan padamu cara merayu wanita
Haryono: mm tidak juga. Hanya saja kata-kata itu pas untukmu
Nirmala: masa? kau pintar merayu perempuan. Lagi pula mana mungkin kau tau akan wajahku, kan tak ada yang kau kenali, sedari kau kecil disini.
Haryono:Ya. aku hanya menebak, sudah kucoba mencari tau, sampaiku bertanya pada mata air, dia tak kunjung memberikan jawabannya
Nirmala: kau sungguh-sungguh bertanya pada mata air?
Haryono: ya benar. Kau merasa itu aneh?
Nirmala: aneh. tak biasanya. Hey maaf! aku harus segera kembali kerumah, ayahku sudah menanti!
Haryono: baiklah. nanti kutunggu kau esok hari, didepan jendela kamarku.

Jalinan cerita mereka pun berlanjut terus. NIrmala selalu datang menemani Haryono setiap saat. Lambat laun, hubungan mereka menjadi sangat dekat, sperti sangat sulit dipisahkan. Walau masih ada yang membuat Nirmala penasaran. "Mengapa Haryono tak pernah mau memandangku?"

Sampai suatu senja, Nirmala menemukan sebuah surat berpita merah muda dan sebuah kembang mawar berwarna sama. Perlahan, Nirmala membuka surat tersebut....

Kepada Nirmala yang cantik jelita...

Aku tau memang tak masuk akal. Bagaimana bisa aku mengetahui wajahmu yang manis, sementara melihat langitpun aku belum pernah.
Mungkin kau bertanya:
  • mengapa aku tak pernah mau memandangmu? 
  • mengapa aku sedari kecil tak pernah bermain bersama? 
  • mengapa aku selalu berada di kamar, mencoba memandang langit dan acuh kepada mereka semua yang lewat, wlaupun mereka mengaggumiku?"
Alasannya simpel saja, Aku buta.
SEdari kecil, aku ingin sekali merasakan berlari ditengah sepoi angin, menangkap belalang disiang yang terik, atau bahkan meliohat hujan. Namun, aku tak mungkin bisa dan tak akan pernah bisa.

Maka saat kau dengar suaramu saat disungai, aku merasakan air sungai ikut bergejolak, maka aku menoba bertanya pada mata air"apakah kau cantik".
Namun sepertinya tidak perlu aku memaksa ingin bertanya pada mata air, dari suaramu saja sudah nampak jelas bahwa kau adalah wanita yang kucari.

Aku senang sekali. Namun, ketika aku berada dipuncka kebahagiaan, sepucuk surat dari ibuku, bahwa aku diundang untuk ke kota, tinggal bersamanya.
Waktu aku membaca surat itu, aku merasa langit runtuh dengan sekjap saja, walau aku tak mengerti bagaimana rupa langit. Aku sedih, namun sekaligus senang. Karena, setelah bereblas tahun lamanya, akhirnya ibuku mau memanggilku, untuk tinggal dengannya.

Walau sekarang, aku harus pergi, aku tak sedih, karena akusudah menemukanmu. Jangan sedih, klau nanti ada waktunya, kita akan bertemu lagi.

salam hangat,

Haryono

surat ini didektekan kepada bapakku.



Dan hari itu, adalah hari yang gelap. Air sungai tak kunjung menunjukkan riaknya. Dan mata airpun tak berusuara.

"ketika air sungai mulai bergejolak, dan mata air tak menunjukkan sebuah jawaban" terngiang di kuping Nirmala, hingga saat ini

Thursday, September 9, 2010

Skenario Dunia Nirmala: Dunia penuh kekacauan

Nama: Nirmala
Umur: 16

Nirmala, dia berumur 16. Baru saja memasuki umur 16. Kata orang, 16 lambang dari kebebasan, awal dari sebuah kehidupan masa muda yang penuh dengan keindahan, atau bisa jadi, awal dari sebuah kehancuran(underline)

Dengan menjadi seorang gadis 16 tahun, Nirmala pasti mempunyai banyak sekali beban yang harus ditanggung, mau-tidak-mau. 100 kertas pasti tak mampu untuk menuliskan semua beban yang harus ditanggung, di masa remaja muda ini.
Bagi Nirmala, tak masuk akal bila ada yang berkata bahwa masa muda adalah masa yang bahagia. Masa muda lebih cocok di bilang masa "labil". Emosi anak remaja kan tak bisa dikontrol, dan itu sama sekali tidak membahagiakan.

Dunia malam ini penuh gejolak, membuat dia berfikir untuk mengarunginya, dengan ganas.Nirmala tak suka bersikap manis, manis hanya sebuah kata penuh kemunafikkan.
Menunggu kapal sebagai kendaraa di malam buta seperti ini, membuatnya merasa seperti lonte sawangan yang sedang menunggu pelanggan. Sendirian dan muda. Lainnya dia masih perawan. Kapal malam ini lama datangnya, membuat dirinya merasa  bosan. Nirmala hanya menatap aspal, sampai ketika seorang bapak memanggil namanya. Ya, dia adalah bapak dari gadis jelita ini.

"Nirmala, sudahkah kau persiapkan untuk esok hari?".
Dia tak menjawab apapun. Buat apa dipersiapkan.
Ayahnya adalah seorang pekerja dari laut seberang, ketika Ia bertemu ibu, Ia adalah pria paling gagah dari kerajaan mimpi. Namun, ketika mereka mempunyai Nirmala, Ia berubah menjadi pria paling tak berdaya satu planet. Tepatnya saat ibu akhirnya memutuskan untuk pergi, memilih untuk berjalan ke negeri abadi, dan duduk disamping Dia yang maha kuasa.

Nirmala tak pernah  suka esok hari. Esok hari pertama saya memasuki tahap baru. Memasuki sekolah anak-anak muda. Tahap baru bagi seorang remaja bila sudah lulus tes-ini-itu yang telah disediakan. Ah tak penting menurutku. Toh, tanpa sekolah masa muda bla bla bla tersebut, Ia tetap bisa hidup.

Apalagi, sekolah ini adalh sekolah asrama. Ingin rasanya saya berteriak, namun tak akan bisa. Ini adalah cita-cita ibuku, supaya saya masuk kedalam sekolah, yeah ato kata lainnya malapetaka.

Perenungan ku malam ini selesai begitu saja. Dan ketika itu juga, sang angin datang menyapa" Mengapa kau bersedih?". Diriku menjawab seadanya "Sekolah malapetaka itu. membuatku ingin mati. Bisakah kau tunjukkan jalan terbaikku?" sang angin diam, lalu menjawab" Ku tantang kau membuat skenario, skenario penyelamatan dunia penuh kekacauan, dunia masa mudamu". Saya terdiam, dia berlalu.

TO BE CONTINUE

Labels