Pages

Saturday, August 13, 2011

Saya bukanlah seseorang yang mudah jatuh kedalam suatu lubang kaldera yang panas

Namun juga bukan seorang pribadi yang bahagia. Asal tau saja.

Saya hanya mencoba bertahan, melawan keterbatasan dunia ini. Perasaan seorang remaja putri yang kini ingin mencari suatu kehidupan yg khayal dibanding yang nyata.
Sungguh sulit menahan emosi. Saya tau Saya itu labil. Maka itu saya benci mengapa harus mempunyai perasaan.

Tulisan ini ditulis pada tengah malam/pagi-pagi buta(entahlah) di saat hati ini dipenuhi gejolak, antara harapan dan keputusasaan


Aku padamu,sungguh amat Cinta....

Monday, June 27, 2011

Negeri Cadar Kelabu

Adalah puisi, bukan cerita
Adalah tulisan, bukan perkataan
Adalah ekspresi diri, bukan omong kosong

Negeri kelabu itu terdiam, menatap pisau belati
Wanita asing siap disengsarai
Namun bukan wanita namanya kalo tak kuat
Walau semua orang tau, hatinya sudah terlebih dahulu dipancung

Kaki yang sudah tak lagi sepenuhnya berfungsi itu
Menuju tiang para pendosa
Tak tau bagaimana tapi dia tetap saja berjalan
Entah karena perasaan bersalah
Atau tak kuat menanggapi takdir

Sendiri di negeri asing
Tanpa ada topangan lain disisi
Kecuali iman yang tetap menguatkan hati
Sungguh tragis, namun inilah jalan hidupnya, eh?

Ibu, kau kuat
Kau sendiri, dapat menanggung tanggungan seberat baja
Aku yang mudapun tak mungkin kuat
Ceritamu,telah menorehkan sejarah di kain  merah putih
Yang berkibar di bumi seribu pulau ini

Sejarah cerita tentang masa lampau
Dimana seorang pahlawan, pemberi makan bangsa
Hilang ditengah ketidak perdulian bangsa




*puisi ini didedikasikan untuk ibu Ruyati, sang pahlawan devisa

Monday, June 20, 2011

Skenario 5 Dunia Nirmala: Kembang Seroja

Skenario 5 Dunia Nirmala

Ini tentang masa depan

Nirmala sedang berjalan menuju pohon rindang disebelah timur laut desanya, ketika Aida, seorang gadis bertubuh jangkung mendatanginnya. Katanya "Hidupku hancur". Nirmala hanya melewatinya
Tak disangka, dia mengikutinya.
Lalu?
Seiring dengan nyanyian angin yang berdesir di telinga Nirmala, iringan langkah kaki kegusaran, ikut menjadi gendang yang tidak sesuai dengan nyanyian si angin. Si angin yang gusar lalu mempercepat ketukan lagunya menjadi stakato. Aida? tak mau kalah juga mempercepat tempo langkahnya. Nirmala bersikap tenang atau mencoba tenang, tetap melangkah pasti didepan menuju sebuah pohon rindang disebelah timur laut desanya

Sesampainya disana, Nirmala duduk dan memandang kearah hutan kelabu. Disampingnya, Aida menatap langit dan bersiap menyanyikan puisinya (atau puisi orang lain)

nada: D rendah
Lagu Sedih

Ketika sungai hutan kelabu
Menghampiri hati yang merona ini
Lalu mengubah warnanya menjadi kelabu
Sedih

Tapi apa yang harus saya lakukan???

Lelah ku berjalan
Jiwaku telah kusam di terpa asap kesusahan
Aku hanya tak kuat

Mungkin kata mereka
Memakan hati sapi adalah hal yang mudah
Bagiku itu sama saja menyakitkan
Aku tak suka melihat sesuatu menderita

Aku tak bisa hidup
Dengan menyakiti kamu
Walau kata orang
Saya ini bodoh

Menyimpan suatu rasa dalam hati
Dan ketika rasa itu tak terbalaskan
Adalah seperti ukiran belati di hati ini

Aku ini bodoh

Sama seperti apa yang mereka katakan
Aku layaknya kembang seroja
Indah dipandang dan gampang dipetik
Ketika layu, dibuang begitu saja
Ketika tak menarik, akan menjadi abu yang pergi begitu saja
Ditelan hiruk pikuk kisah cinta picisan

Lalu, Aida menarik nafas, dan hilang bersama abu. Nirmala tertegun.

Ketika senja mulai menanti dan matahari mulai padam, Nirmala jalan ke arah biliknya. Sekarang Ia mengerti, bahkan seorang kembang seroja desa antah berantah tempat Ia tinggal bisa sakit hati. Semua orang bisa sakit hati, bahkan bodohnya bisa menyakiti diri sendiri.

CINTA BISA MENYAKITI SIAPA SAJA
ukir Nirmala di pohon Ara

Monday, April 4, 2011

lagi dan lagi

Kadang ketika cinta bukan menjadi hal yang menyenangkan.

Adalah seorang perempuan bernama Aura, seorang anak yang sungguh biasa saja, namun saya tau, ada suatu hal yang membuatnya menjadi tak biasa

Tersebut seorang pejantan bernama Yusuf, yang katanya pejantan kaya raya dari negeri seberang

Mereka bertemu di suatu dermaga, sama-sama menunggu kapal impian yang akan berlabuh. Suasananya dingin, menusuk jiwa.
Dipertemukan oleh angin, menjadi suatu keunikan tersendiri. Mereka pun menjalin komunikasi. Komunikasi cinta? belum tentu.
Dua insan berbeda kepribadian, adalah dua hal yang sulit disatukkan. Itulah mereka. Tak mengerti apa yang dirasakkan sang pria, begitupun yang wanita. Pusing? apalagi saya.
Sang pria keras kepala, yang wanita juga. Sifat yang betul-betul menjadi penghalang. Tak seperti ombak yang dapat mengikis batu karang, sifat ini sulit sekali dikikis. Maka mereka melilih untuk tetap begini, berdiri dalam ketidak pastian sampai suatu saat sang lelaki berkata bahwa dia sudah berpaling. Miris, ahmasa?

Ada lagi betina bernama Gasha, seorang pemimpi kelas kakap

Lagi-lagi, ada seorang perjaka bernama Ara, seorang penjual jam. Pasti dia tipe orang tepat waktu! Ah tidak juga...

Mereka menjalin suatu komunikasi, bukan juga cinta. Dulu si betina yang memulai, sekarang si pejantan. Tapi tak selamanya si pejantan itu ada. Kenapa? kurang tau juga


Loh mengapa ceritanya selesai??
Saya hanya tak kuat lagi menulis kisah saya sendiri

Saturday, February 19, 2011

Karena saya adalah dagingmu, air mata tak hentinya mengalir

Cry me a river?

Saya tertegun membaca spanduk dijalan. Penolakkan pembangunan rumah ibdaha. Sudah setahun lebih saya tertegun didepan spanduk tersebut.
Hati saya teriris
Pilu

Lain lagi ketika saya menyalakkan televisi. Penyerangan kelompok agama yang katanya kafir. Lagi-lago, sudah lebih dari seminggu berita ini ditayangkan di telivisi, sampai bosan, sampai kesal. Ada apa ini?

Saya mungkin bukanlah orang yang bijaksana dan perdulian. Hari-hari saya pun begitu saja saya lalui dengan aktivitas segudang. Saya tak pernah perduli kegiatan sekitar, yang penting kegiatan saya saja. Kegiatan orang lain? itu urusan belakangan. Egois? mungkin saja. Terserahlah.
Saya tinggal di ibukota yang sama egoisnya dengan saya. Seakan-akan, kami mempunyai dunia masing-masing yang tak mungkin diganggu orang lain. Ibukota yang kekejamannya melenihi novel R.L Stein yang bercerita tentang hantu-hantu jahat pemakan manusia, monster-monster menakutkan yang bermuka dua. Di Jakarta semuanya itu real, terlihat nyata. Tak cuma kota yang egois, kota Jakarta adalah kota yang "memungkinkan" semuanya menjadi kenyataan. Like a dream comes true? mungkin saja. Namun dalam konteks yang berbeda. Konteks yang mengarah kepada kebencian, kepalsuan, kelihaian hantu-hantu merayu.

Tak perlu malam untuk melihat mereka. Bahkan seseorang memakai setelan jas rapih pun bisa menjadi salah satunya. Mereka itu monster, semuanya ingin diraih. Mukanya bermuka dua, cocok menjadi tokoh monster di kartun D.C. Cocok sekali. Senyum mereka yang mnyeringai, tampaknya sama seperti manusia serigala yang ada di werewolf. Tampak sangat nyata. Memang nyata, atau saya adalah bagian cerita mereka?
Sebuah kitab ditangan, setelan suci itu dipakainya, gagah sekali. Masuk rumah agama masing-masing. Namun hasilnya? katanya demi agama, namun saling mencemooh. Memakai kompor untuk saling menaikkan emosi. Yang satu bilang anjing, yang sana bilang tai. Tadinya, dijanjikan kerukunan agama. Tapi mana? sekarang sepertinya lebih baik menjadi seorang yang atheis, seorang yang tidak punya agama, karena mereka yang tidak punya agama adalah seseorang yang tidak pernah berantem soal agama. Tak ada gunanya. Memang, fanatisme mengalahkan semuanya.

Saya memang tak perduli, namun sampai kapan kita teridam termangu meratapi nasib ibukota ini?. Katanya saya dagingmu kawan, kalau saudara, mengapa kalian membut satu sama lain menagis tak henti?. A-N-E-H

Terlalu frontal? kadang kita sudah terlalu munafik karena tetap tersenyum ditengah kenajisan ini,

Labels